Sesosok makhluk nampak siluet dari kejauhan, berjalan menuju sebuah Altar. Sesampainya di Altar, perlahan tampaklah wujudnya. Dia tak berpakaian, terlihat jelas lekuk tubuhnya yang indah berwarna coklat pekat, terlihat jelas penis dan buah dadanya yang besar, rambutnya panjang hingga dubur. Dia memiliki wajah yang garang bak tentara Nazi, namun Dia berjalan gemulai bak model Prancis.
Tubuhnya langsung tergulai di Altar tersebut, Dia bersimpuh, kepalanya tertunduk dengan mata terpejam dan menitikkan air mata sambil berseraya halus : "Aku tidak tahu!"
Di sekeliling Altar tumbuh rimbun pepohonan berdiri tegak disana sini, seberkas sinar matahari menembus di antara ranting pohon satu dengan yang lain, kuning memancar lurus dari atas ke bawah bak batang pepohohan tak bercabang. Gemericik air sungai bersautan dengan gesekan antara daun pepohonan dan angin sepoi-sepoi, ditambah kicauan burung sesekali, menandakan suatu komunikasi alam yang harmonis disekeliling Altar.
Dia pun menegakkan kepalanya kembali secara perlahan, namun matanya masih terpejam, dahinya mengkerut, mulutnya menganga dan berteriak tak berkalimat sekencang-kencangnya.
Burung-burung yang tadinya hanya sesekali berkicau didahan pepohonan pun langsung bergegas terbang kesana-kemari seraya berkicau menggema di udara satu sama lain, dan membuat gesekan antara daun pepohonan dengan angin menjadi tak beraturan dan tak seirama dengan gemiricik air. Situasi alam disekitar Altar pun tak lagi seimbang, sinar matahari yang tadinya tegak menyaru bak batang pohon seakan tertebang oleh teriakannya.
Akhirnya Dia bangkit dan meninggalkan Altar. Dia pun kembali tampak siluet dan hilang begitu saja berbaur dengan udara.