Beberapa waktu lalu ane bertandang ke kota Bandung. Yang katanya kota modern, yang menerima berbagai macam kebudayaan yang ada. Namun ane dikejutkan dengan Spanduk yang isinya adalah larangan untuk membangun tempat ibadah di daerah tersebut. Namun disini ane ga mau menyebut nama Daerah tepatnya, karena disini ane juga menghargai keputusan mereka. Tapi sayang sekali ane gak bawa kamera untuk poto tuh Spanduk sebagai bukti tulisan ane ini, namun kira-kira tulisan spanduknya seperti ini :
"Setelah melalui kesepakatan bersama, Warga daerah ini menolak pembangunan Gereja"
Ya begitulah kira-kira isi spanduknya. Ane nulis ini bukan untuk mempropokasi antar umat beragama.
kasus ini merupakan sebuah kajian yang bagus buat ane dan kita semua untuk dapat menghargai sesama umat Manusia, walau beda Suku, Ras, dan Agama. Mengapa pada Zaman sekarang masih ada aja yang melakukan hal seperti ini. Bukankah Era Kegelapan (Dark Age) di Abad Pertengahan udah lewat beberapa Abad yang lalu? Dimana Agama benar-benar terpelosok ke dalam lembah kenistaan, di Zaman itu nama Agama dan Tuhan dibawa-bawa untuk mempertahankan kekuasaan para Penguasa dan untuk pengekangan bagi orang-orang yang melanggar perintah Penguasa saat itu. Dan seharusnya Era itu sudah berakhir dari kapan tau, dimulai dengan gerakan Humanisme Italia, yang mempelopori Zaman Renesans hingga Post-Modern sekarang ini.
Kembali ke masalah. Ane masih bingung, atas dasar apa mereka (warga daerah itu) melakukan pelarangan pembangunan Gereja? Ane juga belum tau, tapi apapun alasan mereka, semua Manusia berhak mendapatkan kebebasan untuk beribadah, dan itu semua dilindungi oleh Undang-Undang (UUD Pasal 29). Ane ga mau membela atau pun menyinggung satu kelompok tertentu, tapi disini ane ingin mempertanyakan sampai sejauh mana batasan kekuasaan Manusia untuk menyentuh kebebasan Manusia lain? Apakah Manusia terlalu sombong dengan menganggap dirinya paling benar sama dengan Tuhan? Haruskah Manusia mempunyai kuasa yang sama dengan Tuhan? Apakah seorang Kiyai Haji, para Habaib, Wali, Paus Paulus, Pendeta, Rabi, Biksu, Presiden, Raja, Jendral, atau Tokoh Masyarakat yang dituakan mendapatkan kesetaraan kuasa dengan Tuhan? Sehingga mereka bisa melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya yang mengatasnamakan kebenaran atau Tuhan? Tak sadarkah mereka bahwa mereka hanyalah Manusia biasa, sama dengan kita? Mereka juga bukanlah Nabi yang sudah ditutup oleh Muhammad SAW? Bahkan Nabi sendiri tidak pernah melakukan hal yang semena-semena terhadap umat Manusia, kecuali atas perintah Tuhan langsung.
Jadi pada intinya kasus ini hanyalah masalah Hegemoni. Dimana kelompok Dominant melakukan ‘diskriminasi’ terhadap kelompok Minoritas atau Oposisi. Dan dalam kasus ini yang menjadi kelompok Dominant adalah Kelompok Non-Nasrani di daerah tersebut yang melakukan diskriminasi terhadap kelompok Minoritas kaum Nasrani di daerah tersebut. Oleh karena itu terjadilah pelarangan pembangunan Gereja di daerah tersebut. Sangat jelas sekali disini masalah Hegemoni, dimana Tokoh Masyarakat daerah tersebut memanfaatkan kekuasaanya untuk meng-Hegemoni daerah tersebut, dengan mengatasnamakan Adat, Etika, Agama, Suku, atau apalah pemikiran metalnya. Jadi disini bukanlah soal siapa yang paling benar atau suara terbanyak, tetapi disini hanyalah kepentingan Politik Hegemoni dari Pemuka Adat daerah tersebut untuk mempertahankan kekuasaan Ideologinya.
Dia menganggap dirinya dan pemikirannya paling benar sendiri dengan membawa-bawa nama Agama dan Tuhan. Kalau kita bicara soal kebenaran berarti kita bicara soal Yang Maha Sempurna, yaitu Tuhan. Bila Dia (Tokoh Masyarakat daerah itu) melarang pembangunan Gereja yang notabenanya adalah tempat Beribadah kaum Nasrani kepada Tuhan. Berarti si Tokoh Masyarakat tersebut telah melarang Manusia untuk Beribadah kepada Tuhan? Tuhan semua makhluk pada intinya adalah Satu. Tuhan Yang Maha Esa, apapun namaNYA dalam berbagai Agama atau kepercayaan, dia tetap Tuhan, Dia mengajarkan Kebaikan kepada kita Manusia. Masalah siapa yang paling benar, itu semua kita kembalikan kepada kita semua sesuai kepercayaan kita masing-masing, tak ada larangan ataupun paksaan. Dalam Al-Quran (QS Al-kafirun:6) sesuai dengan bunyi ayat Lakum Dinukum Waliyadin, Agama mu Agama mu, Agama ku Agama ku. Manusia tidak berhak bertindak sebagai Tuhan dengan merasa dirinya paling benar dengan memvonis Manusia lain sesat atau tidak. Biarkanlah kita berhubungan dengan Tuhan kita atau Hablumminallah dengan cara dan kepercayaan kita masing-masing, dan kita tetap menghargai sesama Manusia walau berbeda dalam hal apapun, kita harus tetap menjalin hubungan dengan baik atau Hablumminanas dengan sesama Manusia.
Jadilah Manusia yang beragama sebenarya, bukan beragama penuh dengan kepalsuan dan gaya-gayan yang malah membuat kita terlihat seperti orang tak beragama. Jagalah Agama mu, jangan sampai Agamu mu terlihat jelek karena kalakuan burukmu. Disini ane sebagai Muslim, ane mau menunjukkan kepada semua orang kalau Islam adalah Agama yang damai, indah dan sempurna. Tunjukkanlah dengan kelakuanmu. Karena apa yang terlihat Lahiriah, itu menunjukkan Batiniyahnya juga. Jangan sampai nama Islam ternoda dengan perbuatan-perbuatan tercela. Hargailah mereka dalam perbedaan. Rayakan Perbedaan!! Perbedaan adalah anugrah, Tuhan menciptakan MakhlukNYA dengan berbeda-beda, dengan tujuan untuk saling mengenal, belajar, menghargai, membantu, instropeksi, dll. Bila tanpa perbedaan, kita tak bisa menilai mana yang baik buat kita dan mana yang buruk buat kita, atau mana yang Hak dan mana yang Bathil.
Jadi:
Rayakanlah Perbedaan!! Freedom for All Human!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar