Kamis, 24 Desember 2009

Pengadilan Keberadaan Mr.T (Oom Kant)

Di pagi hari yang cerah, di kota Cognopolis, sebuah kota kebenaran di negeri antah berantah dimana dinamika kehidupan yang cukup cepat, asap knalpot kendaraan bertebangan ke udara, lalu lintas cukup padat, satu sama lain orang tak saling sapa. Di trotoar berjalan seseorang dengan langkah gontai yang mengenakan pakaian serba putih yaitu Mr. T. Langkahnya terhenti di sebuah halaman kantor pengacara Oom Kant. Mr. T melangkah menuju pintu dan mengetuknya.

Sementara di dalam ruangan kantor pengacara tersebut, seorang pria dengan rambut ikal pirang, hidung mancung, dengan mengenakan setelan jas hitam rapih sedang duduk di depan meja kerjanya sambil menyeruput kopi dan nyemil pisang goreng. Dialah pengacara hebat kita di kota Cognopolis, panggilannya Oom Kant.

“Tok tok tok” Bunyi ketukan pintu.

“Silahkan masuk” Sambut Oom Kant sambil meyeruput kopi dan nyemil pisang goreng.

Dan masuklah Mr. T kedalam ruangan Oom Kant, kemudian Ia langsung duduk di depan meja Oom Kant.

“Hah oucchhhhh!! Oh My God!!!” Oom Kant kaget bukan kepalang, sampai-sampai kopi yang tadi ia seruput keluar lagi melalui hidung.

“A-a-aapp-apa kabar My Lord?” sambut Oom Kant.

“Yah tidak terlalu baik, langsung aja deh kemasalah” keluh Mr. T

“Oke-oke. Apa masalahnya My Lord? Oh ya apa anda mau ngupi dan pisang goreng Tuanku?” Tanya oom Kant sambil menawari.

“No. Thanx. Ehem.. Hey bung pengacara, saya mohon bantuannya untuk membela saya atas tuduhan ketiadaan saya oleh orang-orang berengsek di kota kebenaran ini. Disini saya hanya di anggap sebagai khayalan rasio murni dan bukan objek luar yang nyata. Dan bila saya terbukti tiada, maka saya akan di usir dari kota ini” Keluh Mr.T pada Oom Kant.

“Tenang saja Mr. T! Anda memilih orang yang tepat! Saya akan membantu anda untuk menyadarkan orang-orang berengsek Cognopolis ini!” Janji oom pengacara dengan PD sambil menaikan alis kanannya.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sebulan kemudian, tibalah pengadilan kebenaran di Cognopolis. Mr. T sebagai terugat berada di meja sebelah kanan di temani oleh Oom Kant sebagai pengacara, posisi mereka berada di sebrang para Hakim dan membelakangi para hadirin sidang. Sedangkan di seberang Kirinya terdapat pihak penggugat para orang-orang Atheis di damping dengan Jaksa Penuntut. Sidang ini dihadiri oleh Ribuan orang, karena sidang ini sangat penting bagi seluruh masyarakat kota ini, semua instansi meliburkan karyawannya, karena ini adalah hari bersejarah, selain itu sidang ini juga di siarkan secara langsung oleh 70 stasiun TV dari berbagai penjuru kota .

“Tok tok tok” bunyi ketuk palu pengadilan oleh Pak Hakim menandakan persidangan di mulai.

Saksi pertama yang di ajukan oleh Jaksa penuntut adalah si Kuping Aku.

“Oke. Silahkan Kuping Aku” Pak Hakim mempersilahkan.

“Ya perkenalkan, Saya adalah sang Kuping dari Aku, saya adalah mandor di pabrik Pendengaran di Area Inderawi. Kerja saya adalah membawa data mentah ke orang pinter di Pemahaman Tinggi yaitu Doktor Persepsi untuk di olah olehnya dalam Pemikiran dan Penalaran” Sang Kuping memperkenalkan diri di depan ruang siding.

Kemudian saksi berikutnya adalah Sang Mata, Sang Hidung, Sang Mulut dan Sang Sentuhan. Tapi Sang Mata berbicara di pengadilan mewakili teman-temannya tersebut dari area Inderawi.

“Kami semua adalah pekerja dari area Inderawi, sama halnya dengan Si Kuping tadi bilang, kami bekerja menyampaikan intuisi kepada Doktor Persepsi, kami hanya mengumpulkan data-data mentah yang kami dapatkan. Kerja kami membutuhkan Ruang dan Waktu, adalah tidak mungkin kami mengenal suatu objek yang tidak berada di dalam Ruang dan Waktu, dua bentuk murni Kesan Inderawi. Karena tanpa Waktu, Sang Aku tidak akan memiliki kesadaran akan perubahan, keberadaan akan statis belaka. Dan tanpa Ruang, Sang Aku juga gak bisa memiliki kesadaran akan apapun yang ada di Luar Dirinya. Kami semua di Cognopolis (Kota Kebenaran) menyebut hal itu semua sebagai Kesan a Posteriori dari Intuisi objek Ruang dan Waktu. A Posteriori sendiri adalah suatu Kebenaran yang datang setelah mendapatkan pengalaman Empiris, beda halnya dengan a priori suatu yang abstrak, yang lepas dari kesan Inderawi. Dan sudah menjadi tugas kami semua untuk mengumpulkan semua Intuisi Indera ke Doktor Persepsi” Beber Sang Mata yang mewakili teman-teman Inderwainya tersebut.

Mr T pun kelimpungan dengan peryataan sang mata untuk mewakili area Inderawi.

“Rrrrr.. Kurang ajar kau Inderawi!! Siapa yang menciptakan kalian?? Grrrrr!!!” Mr. T berang.

“Sabar Tuanku, biarkan mereka semua bicara seenak jidadnya dulu aja, nanti jagoan datengnya belakangan” Ucap Oom Kant sambil menyabarkan Klientnya tersebut.

-------------------------------------------------------------------------------------

Persidangan pun di lanjutkan. Kemudian Jaksa penuntut bertanya kepada saksi.

“Apakah tak satupun dari kalian yang pernah menerima Intuisi akan Wujud sang tergugat yaitu Mr. T? Suatu hal yang bukan Objek Nyata yang selaras dengan tugas kalian tadi?” Tanya sang Jaksa dengan angkuh.

“Tidak Pakkkkk!!! Kami tidak pernah mendapat Intuisi apa pun kalau pihak tergugat yaitu Mr. T ada di dalam Waktu ataupun Ruang.” Jawab para saksi dengan yakin.

Jaksa penuntut pun tersenyum bengis dan senang sambil menatap Mr. T, tetapi Mr. T sendiri kesal akan pernyataan saksi-saksi tersebut.

Kemudian hakim menanyakan apakah sang pengacara mau bertanya untuk saksi tadi, tapi sang pengacara gak mau bertanya sekarang, Mr. T pun heran kenapa Oom Kant ga mau bertanya. Mr. T menggerutu kepada Oom Kant.

“Hey kamu saya bayar untuk membelaku, bukan untuk ngupi-ngupi kaya gini” Kesal kepada Oom Kant.

“Slow Bebz. Kupi membuat ku segar” Ujar Oom Kant sambil menyeruput kopi.


-------------------------------------------------------------------------------------


Kemudian pengadilan mendatangkan saksi berikutnya, yaitu Doktor Persepsi.

“Tolong ceritakan sedikit kepada juri tentang pekerjaan anda pak Doktor” Tanya Sang Hakim.

“Ehem ehem.. Begini.. Saya bergerak di bisnis Kebenaran.. Yaitu, kesesuaian antara Pemahaman dengan Objeknya. Saya menerima Intuisi dari area Inderawi tadi, kemudian saya mencocokkannya dengan Konsep yang semestinya. Dan untuk memperoleh Pengetahuan, kita tidak dapat memiliki yang satu bersama dengan yang lain. Dalam pemahaman Sintetik, kita mengasah Intuisi dengan Gagasan. Contohnya adalah bila saya menerima suara Meong-meong dari Sang Kuping, dan mendapatkan gambar makhluk berbulu, dan di dijilat rasanya anyep, ya berarti itu saya Persepsi kan sebagai seekor Kucing. Atau dalam kasus pemahaman Analitis deh, konsep disimpan di dalam Intuisi itu sendiri, misalnya anda tahu definisi segitiga itu adalah objek bersisi tiga.” Beber Sang Doktor panjang lebar.

“Hmmm.. Untuk lebih jelasnya nih Pak Doktor, apakah Data Inderawi yang masuk Diperlakukan untuk membentuk Pemahaman-Pemahaman?” Tanya Sang Jaksa kepada Doktor Persepsi.

“Ohh.. Tentu tidak sama sekali. Please dech! Jangan sotoy deh pak Jaksa, denger nih.. Ehemmm.. Jadi dalam Departemen Imajinasi dimana saya juga bekerja disitu, Sang Aku dapat menggambarkan suatu Objek walaupun kehadirannya tidak ada di dalam Inderanya. Contohnya saat kita membuat suatu sensasi hingga dapat di mengerti, kita juga membuat konsep Abstrak agar dapat ditangkap Indera, misalnya, Garis yang tidak ada di dalam Realitas, sampai kita mewujudkannya menjadi kenyataan. Objek dapat berasal dari dalam pikiran, yang disebut Gagasan. Gagasan bukanlah onjek Inderawi, melainkan konsep Nalar yang Diperlukan.” Lanjut Sang Doktor.

“Jadi apakah anda dapat melihat Objek Abstrak tersebut di ruang pengadilan ini?” Tanya si Jaksa berengsek itu.

“Ya.. Saya melihatnya.. Yaitu pihak Tergugat Mr. T” Jawab Doktor Persepsi sambil menunjuk ke arah Mr. T.

“Wah kurang asem lu sompret!!, Bohong itu semua!!!” Sahut Mr. T dengan emosi.

“Harap tenang Mr. T.. Ya lanjutkan kembali Dok” Ujar Sang Hakim.

“Eh Kant!! Belain gw donk!! Ah kupret juga lu, ngupi mulu!!” Keluh Mr. T kepada Oom Kant.

“Slow down Bibeh!!” Menenangkan Mr. T sambil nyeruput kopi.

“Rrrrrrrr” Gerutu Mr. T.

Namun Oom Kant tetap saja nyeruptu Kopi dengan tenang.

“Ya sebelum Doktor Persepsi melanjutkan, saya ingin bertanya satu hal. Ada suatu Pemikiran, yang berlandaskan Hukum Sebab-Akibat, yaitu Sang Aku Ada, Maka Mr. T Juga Harus Ada. Tanpa keberadaan suatu Ada yang Niscaya / Mutlak, Tak Akan Ada sesutau pun yang lain. Kira-kira seperti itulah pernyataannya. Bagaimana Tanggapan Anda Dok??” Tanya Sang Jaksa Bajingan tersebut.

“Ohh.. Bagi kaum Profesional di bidang saya, Hukum Sebab-Akibat itu agak sulit diterima Pak.. Salah satu alasannya membuktikan hal yang Tidak Mungkin. Dan Tanpa Bukti, Pengalaman Empiris Tidak Mungkin Ada!” Jawab Sang Dokter.

“Bisa di beri contohnya Dok?” Tanya sang Jaksa Geblek.

“Gitu aja kok repot. Ehemm.. Contoh gampangnya adalah pada fenomena mambekunya Air menjadi Es. Disini kita tidak dapat menyaksikan langsung atau penglaman proses terjadinya pembekuan terhadapa Air tesebut. Nah oleh karena itu kita tidak dapat membutikannya secara langsung, dan oleh karena itu hukum Sebab Akibat sulit untuk di terima.” Jawab sang Doktor.

”Berarti seperti halnya pihak tergugat, yaitu Mr. T . Sebagaimana yang telah kita sepakati, tidak memiliki data Inderawi apapun yang berkaitan dengnnya dan tidak dapat di buktikan secara Empiris?” Tanya sang Jaksa.

“Ya, benar sekali” Jawab Si Doktor.


-------------------------------------------------------------------------------------


Suasana pengadilan menjadi riuh bergemuruh. Oom Kant masih tidak mau menanyakan sesuatu kepada para saksi, Mr. T pun bingung dengan pengacaranya yang pasif ini.

“Eh kau Kant, kenapa dari tadi kau diam saja sih?? Ngupi mulu!!!” Tanya Mr.T dengan bingung.

“Hmmm.. Ya santai Tuan” Jawab Omm Kant dengan singkat sambil tetep nyeruput Kopi.

Dan kemudian persidangan di lanjutkan dengan saksi terakhir dari sang Jaksa. Saksi terakhir ini adalah 2 orang saudara kembar yang tinggal di menara Rasio dari sang Aku.

“Apakah menurut kalian Alam Semesta memperlihatkan tanda-tanda adanya tujuan atau kreasi, dan di atur oleh sosok yang cerdas dan Maha Kuasa seperti pihak tergugat yaitu Mr. T??” Tanya sang Hakim

“Hmm menurut saya itu patut di pertimbangkan oleh Sang Aku” Jawab saksi kembar Rasio yang Satu.

“Eh geblek lo!! Mana mungkin itu terjadi” Jawab si kembar Rasio yang satunya lagi.

Hakim dan para hadirin sidang pun menjadi bingung dengan perdebatan antar saksi tersebut.

“Ehh kalian, disini hanya akan diambil satu jawaban saja, jadi mana yang benar menurut kalian?” Tanya Hakim geram.

“Waduh, bagi kami itu tidak mudah dilakukan, Pak Hakim! Karena di menara Rasio, kami adalah Antinomi” Jawab si kembar Rasio yang satu.

“Iya, kami adalah sepasang klaim yang bertentangan, tapi sama-sama dapat dibuktikan oleh Rasio secara Meyakinkan” Jawab si kembar Rasio yang satunya lagi.

“Hmmm terus gimana cara Sang Aku menyelesaikan atau menyimpulkan perbedaan persepsi tersebut?” Tanya sang Hakim dengan bingung.

“Iya, satu-satunya cara menyelesaikan Antinomi seperti kami adalah dengan memahami bagaimana Rasio sang Aku meningkat. Dan kadang mengubah Objek pengalaman kita” Jawab si kembar Rasio yang satu.

“Pernahkah anda mengamati ketika suatu peristiwa dahsyat terjadi, manusia memandang peristiwa tersebut sebagai pembenaran atas apa yang selama ini mereka yakini kebenarannya.. Hal ini karena, kecuali kita berhasil menghentikannya, Rasio bisa memaksakan Pola Palsu atas data yang masuk dan berusaha menyesatkan kita dengan Menunjukkan Dunia Luar sama teraturnya dengan Dunia di Dalam diri kita.. Contohnya adalah Teori Konspirasi. Karya Dokumenter “Loose Change” tentag tragedy 911 WTC, dia berpendapat bahwa fakta-fakta yang tampak mencurigakan tersebut membentuk suatu pola jahanam” Lanjut si kembar Rasio yang satu lagi.

“Jadi intinya adalah kecenderungan Rasio untuk berlebihan, untuk membuat ketertarikan yang sebenarnya Tidak Ada, atau Tidak Real!” Lanjut si kembar Rasio yang satu.

Akhirnya selesai lah saksi terakhir memberikan kesaksiannya di pengadilan. Lagi-lagi Oom Kant tidak mau menaykan satu hal saja kepada saksi tadi. Sang Jaksa pun senang dan dan yakin akan memenangkan persidangan ini.


-------------------------------------------------------------------------------------


Persidangan pun semakin ricuh. Dan Oom Kant menyeruptu teguikkan Kopi terakhirnya, kemudian Ia pun berdiri.

“It’s Show Time Bibeh!” Ucap Oom Kant kepada Mr. T.

Mr. T pun meraa tak yakin akan kahebatan Oom Kant.

“Saya hanya butuh satu saksi saja Pak Hakim! Dan saksi saya adalah kamu Jaksa, yaitu Penalaran Spekulatif Murni itu sendiri!!!” Tunjuk Oom Kant dengan lantang.

“Hah?? Apa saya? Maksud kamu apa nih men?” Jawab sang Jaksa dengan kaget.

“Udah gak usah banyak bacot lu!! Cepet naek jadi saksi gw!! Dari tadi gw diemin ngelunjak lu!!” Ujar Oom Kant dengan kesal.

Lalu naiklah sang Jaksa kemeja kesaksian, dan mulailah Oom Kant beraksi..

“Oke, langsung aja deh. Jadi menurut anda pengetahuan Empiris merupakan Gabungan dari apa yang kita terima melalui Kesan kita? Dan kemampuan pemahaman mendapatkan pengetahuan tersebut dari kemampuan pemahan itu sendiri?” Tanya Oom Kant kepada sang Jaksa tolol itu.

“Rupanya kau perhatikan juga omonganku Kant!! Saya kira anda udah koit tadi Kant? Abisnya diem aja!!” Jawab sang Jaksa.

“Banyak cincong lo kaya tukang cincau!! Jawab donk!! Itu artinya Iya apa Enggak?? Jawab” Tanya Oom Kant dengan gregetan.

“Tentu saja Iya” Jawab sang Jaksa.

“Nah. Tapi coba katakan, darimana asal Objek yang dianggap sebagai Objek di dalam Objek itu sendiri, tanpa referensi kemampuan tanggap Indera kita? Jawab” Tanya Oom Kant dengan emosional.

“Nganu.. emm a-a-a anuu” Jawab sang Jaksa dengan terpatah-patah dan muka sang Jasksa pucat sekali seperti kepiting rebus.

“Anda tidak tahu jawabnnya kan?? Ngaku aja deh kamu!” Bentak Oom Kant.

“Iya deh saya ngaku, saya tidak tahu! Sang Aku tidak mungkin dapat mengetahui Objek di dalam dirinya sendiri. Sang Aku hanya dapat mengetahui suatu Objek tersebut tampil di hadapan Sang Aku!” Jawab sang Jaksa sambil berteriak pucat.


“Tepat sekali!! Sang Aku bahkan tidak tahu tentang dirinya sendiri secara keseluruhan, bukan begitu Pak Jaksa? Kita mengenal diri kita sendiri hanya pada saat kita di pengaruhi secara internal oleh diri kita sendiri!!” Ucap Oom Kant sambil menyudutkan Sang Jaksa.

Si Jaksa pun tidak berkutik, mukanya semakin memucat, keringat bertebaran di mukanya. Oom Kant melanjutkan bacotannya.

“Karena itu saya tidak punya pengetahuan akan diri saya sebagaimana adanya saya, tapi hanya sebagaimana tampaknya saya bagi diri saya! Atau dengan kata lain benda pada dirinya sendiri atau dalam Bahasa Jawanya das Ding an sich, the thing in itself (Immanuel Kant. Critique Of Pure Reason)” Lanjut Oom Kant.

Suasana persidangan pun menjadi sunyi senyap, semua yang hadir terbengong dengan kehebatan bacotan Oom Kant.

“Oke Pengalaman Empiris memang sangat tepat untuk digunakan sebagai Persepsi, tetapi Empiris haruslah dibuktikan atau di cek dengan 12 kategori a priori rasio, baru setelah itu di putuskan Sah!” (Immanuel Kant. Critique Of Pure Reason) Sambung Oom Kant.

“Boleh saya minta papan tulis, saya ingin menuliskan apa saja 12 kategori azas prinsipal abstark yang di bagi menjadi 4 tersebut?” Pinta Oom Kant.

“Ohh Silahkan Oom Kant!” Jawab sang Hakim.

Lalu disodorkannya papan tulis ke hadapan Oom Kant oleh para panitia pelaksana persidangan. Lalu Oom Kant menuliskan di papan tulis tersebut, beginilah kira-kira gambar atau bagannya :

a priory atau 12 kategori azas prinsipal abstark yang di bagi menjadi 4 antara lain :
- Kuantitas --> Itung"an,
- Kualitas ---> Baik dan buruk,
- Relasi ---> Ada atau tidak,
- Modalitas ---> Hubungan

“Nah itulah bagannya. Jadi Sang Aku sebanarnya sudah mendapatkan ke 12 kategori tersebut sejak terlahir di dunia ini, Teori ini sebenarnya sudah di ajarkan Oleh Eyang Plato dalam dunia Ide. Nah, data-data indearwi harus di buktikan dulu dengan 12 kategori tadi, baru dapat di putuskan ke absahannya.” (Kritik Rasionalis Jerman Immanuel Kant) Ujar Oom Kant.

“Dan sesungguhnya keseluruhan system yang ada di Cognopolis (Kota Kebenaran) ini jaringan ekslusif dari Inderawi, Pemahaman dan Rasio satu-satunya yang diketahui system ini adalah Konsep-konsep Terbatas. Jika mengamati sebuah Objek, sebenarnya yang kita amati bukanlah benda pada dirinya sendiri, melainkan salinan benda itu di dalam daya-daya lahiriah dan batiniah, yang di sebut Penampakan atau Gejala atau Fenomena. Sebagai contoh adalah Jadi yang Sang Aku amati sebenarnya bukanlah Meja pada dirinya sendiri, tetapi Gejala Meja atau Penampakan Meja.“ (Kritik Rasionalis Jerman Immanuel Kant) Sambung Oom Kant.

“Empirisme itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya, contohnya adalah air yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman selama ini di Cognopolis yang panas ini, namun lain cerita bila memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0 derajat, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. Dan contoh lainnya adalah pada Gravitasi, Gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi tidak dapat di terapkan di bulan. Bila Bung Newton hidup kembali mungkin dia akan merevisi teorinya tersebut. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang terus maju” Ujar Oom Kant dengan Semangat 45.

“Dan terakhir, saya akan ngebacot soal warisan Eyang Plato soal 3 postulat, yaitu sesuatu yang kita percaya, namun sulit dibuktikan, antara lain adalah, Free Will, yaitu Kehendak yang bebas, kemudian Keabadian Jiwa atau Immortaolitas Jiwa, contohnya adalah Manusia mati, tetapi Jiwa tak pernah Mati, makanya Ide bersifat abstrak dan di atas segalanya, dan yang terakhir adalah TUHAN” Ucap Oom Kant dengan mengebu-gebu.

“Jadi dapat disimpulkan, bahwa Data Inderawi hanya dapat melihat tampilan fisik saja, tanpa dapat melihat Fenomena. Oleh karena itu data Inderawi saja tidak dapat dikatakan sah untuk meniadakan klienku, yaitu Mr. T. Untuk membuktikan keberadaan Mr. T, Empirisme harus dilandasi dengan teori-teori dari Rasionalisme sebelum di anggap sah melalui proses Epistomologi. Dan dapat disimpulkan bahwa keberadaan Mr. T dapat di buktikan melalui penggabungan antara teori yang selama ini di pakai di Cognopolis yaitu Empiris dengan Rasio. Mr. T dapat di buktikan keberadaanya, dan sudah sewajarnya Sang Aku menerima keberadaan Mr. T. Sekian dari saya Pak Hakim. Terima Kasih” (Immanuel Kant dalam buku Pertamanya - Critique Of Pure Reason-) Tutup Oom Kant.

Oom Kant pun kembali duduk.

Suasana sidang masih sangat sepi, semua ternganga dan merasa kagum tak percaya. Sang Jaksa pun merasa malu dan merasa bersalah kepada Mr. T. Begitu pula juga dengan para saksi yang lain, seperti Inderawi, Doktor Persepsi dan si Rasio kembar. Kemudian ketukan palu sang Hakim memecah keheningan di ruang sidang.

“Oke. Jadi dapat di putuskan. Sang tergugat yaitu Mr. T diputuskan Benar atau Nyata Keberadaanya di Cognopolis ini. Keputusan hakim bersifat mutlak tak dapat di ganggu gugat ke absahannyua. Sekian dan terima kasih.” Putusan sang Hakim.

“Tok tok tok…” Bunyi palu sang Hakim yang menandakan persidangan di tutup.

“Prok prok prok prok prok…” Tepuk tangan hadirin yuang seakan dapat pencerahan dan tersadar akan keberadaan Mr. T.

“Terima kasih Oom Kant. Tak tahu harus bagaimana Aku membalas kehebatanmu” Ujar Mr. T dengan kagum.

“Hmmm… Tak usah repot-repot My Lord. You’re My Lord. Aku akan terus mengabdi padaMU sepanjang hayatku” Jawab Oom Kant.

“Oya tapi, BTW, ini ongkos kerjaku” Oom Kant menyodorkan bon kepada Mr. T

“Apa??? $1 Triliun Dollar???? Owwww.. Cape dech!!!” Keluh Mr. T

“Hahahaha…. Di dunia gak ada yang gratis Tuan, hehehehe… ” Sahut Oom Kant dengan senyum tolol.





TAMAT




_ARIP PIROSA_
Jakarta, 24 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar