Jumat, 06 November 2009

Indonesia (Jangan sampai) terpecah belah..

Perseteruan antara KPK dan POLRI yang sekarang semakin ramai di tayangkan media merupakan suatu hal yang di lebih-lebihkan. Apalagi kemarin secara eksklusif rapat klarifikasi asus KPK oleh KAPOLRI di komisi III DPR di siarkan secara langsung oleh salah satu stasiun Televisi swasta Nasional. Dengan alasan masyarakat harus tahu semuanya, rapat itu di adakan secara terbuka dan di siarkan secara langsung.

Oke kita masyarakat berhak tahu di era Demokrasi sepereti ini. Tapi apakah kita tidak sadar? Kita sbagai penonton dirumah dijadikan objek komoditi dagang oleh stasiun Televisi tersebut, mereka cuma mau menarik perhatian pemirsa agar rating mereka bagus, dengan begitu mereka akan mendapatkan Uang yang banyak dari hasil “dagangannya” tersebut, suatu Kapitalisme dan konsep Zionisme yang menjadikan Uang adalah segala-galanya dan bahkan menjadi Tuhan bagi kaum Materialisme.

Mereka gak peduli tuh sama yang namanya efek dari tayangan ekslusif mereka itu, lagi-lagi dengan dalih Demokrasi, mereka berargumen dengan kekuatan pers, tapi semua itu cuma topeng mereka aja, bagi media, berita buruk seseorang atau suatu negeri adalah berita baik buat mereka. Dan konsep ini jelas sekali dilarang keras oleh Agama manapun, kita tidak boleh membicarakan keburukan orang, apalagi orang tersebut dalam keadaan teraniyaya, celakah mereka yang menyebarkan berita buruk saudaranya sendiri.

Kalangan elite kita tak lain seperti "domba aduan" di frame mereka. Boleh terbuka, tapi haruslah sesuai dengan etika, ajaran Agama, dan perhatikan dampak bagi masyarakat, apakah ini akan berdamak buruk atau tidak. Lihat aja sekarang kasus antara KPK dan POLRI ini semakin ga jelas, dan sebenaranya ga usah di besar-besarkan, karena media terlau melebih-lebihkan, maka jadilah kasus ini besar. Bak seperti halnya sebuah pentas drama, ada yang dijadikan media sebagai Protagonis dan ada yang dijadikan Antagonis. Jadi masyarakat memunculkan opini atau wacana yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan dan ikatan emosional mereka masing-masing.

Seharusnya media melihat terlebih dahulu, apakah masyarakat kita sudah bersikap dewasa dalam menerima perbedaan? dan rasanya masyarakat kita belum bisa menerima perbedaan, mereka lebih menerima perbedaan sebagai sesuatu yang tabu, melenceng, salah, ga sesuai, dll. Mereka pasti akan berbuat suatu hal fanatisme semu untuk mepertahankan "jagoannya" paling benar sendiri, tanpa melihat "jagoan" orang lain yang belum tentu salah.

Kita bisa lihat apa yang terjadi kemarin, si A dan si B bak "berada di ring tinju", semua mengeluarkan argumen-argumen yang menurut mereka paling benar, mereka semua seperti sekelompok taman kanak-kanak dengan egois masing-masing, ribut sendiri tanpa memandang guru (pemimpin rapat) di kelas (ruang rapat). Apakah itu semua anggota Dewan yang terhormat kita? Yang katanya intelek dan hebat? Tapi kelakuan mereka masih kekanak-kanakan, belum mencerminkan sikap dewasa sedikitpun, mereka hanya memikirkan kepentingan mereka masing-masing dan di biarkan publik tahu akan kehebatan mereka, mereka lebih mementingkan "Image" mereka kepada publik di banding menjalankan amanah mereka secara ikhlas, mereka tak lain bersifat Ria, suatu yang di larang oleh Agama mmanapun. Mungkin mereka seharusnya menerapkan sedikit bicara banyak bekerja, suatu yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.

Ini kah isi dari negeri pertiwi kita? anggota dewan terhormat, para penegak hukum kita, yang seharusnya melayani kita dan menjadi contoh yang baik buat kita, tapi mereka "di adu domba" di depan kita, masyarakat, pemuda, dan anak-anak sang penerus bangsa. Maka tak heran sekarang ini opini masyarakat semakin beragam dan dapat membuat gejolak di tengah tata masyarakat pertiwi ini. Kelompok A memihak si A, dan B yang di bela oleh kelompok B, apakah ini yang dinamakan persatuan Indonesia? Gak heran bila nantinya bangsa kta ini sering terjadi perpecahan dan peperangan antara anak bangsa yang berbeda opini karena dampak buruk dari media yang tak lagi punya etika dalam meliput suatu berita.

Bolehlah media meliput, tapi jangan di tambah-tambahin unsure dramatic seperti dalam film, cukuplah media memberikan realita yang terjadi, harus netral dan jangan menyampaikan suatu Opini dan membenarkan Opini Dominan, haruslah Netral dan Bijkak dalam meliput suatu peristiwa dan masah, jangan sampai terkesan mengadu domba, pikirkan dampaknya juga.

Bukankah adu domba sendiri juga dilarang dalam Agama? Seharusnya kita dapat mencontoh tokoh-tokoh Islam yang selalu saling membantu, bahkan dengan musuh sekalipun, seperti halnya Salahudin Al Ayubi atau sering juga di sebut sebagai “Saladin” yang membantu mengirim ahli kesehatan bagi sang Raja Jerusalem, King Richard dari Inggris yang memimpin pasukan Salib yang sedang sakit pada saat terjadi perang Salib di abad Pertengahan yang merebutkan tanah suci Jerusalem tersebut. Kita memang bukan Negara Islam, tapi setidaknya kita negara yang mayoritasnya Islam kenapa tidak mencontoh tokoh-tokoh besar Islam seperti Salahidin dan Rasullulah SAW? Dan ada baiknya kita sebagai orang muslim yang mayoritas memberikan contoh bagi kaum-kaum Non-Muslim dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, saling menghargai perbedaan, saling membantu, dan jangan saling memecah belah.

Bila kita terpecah belah, seperti kemarin anggota dewan kita dan para penegak hukum kita saling menjatuhkan untuk membuktikan di antara mereka yang paling benar dan yang paling pintar, nanti kita sendiri yang malu sebagai warga negara Indonesia. Negara-negara lain akan tertawa melihat keadaan negara kita ini, dan mereka akan gampang merendahkan negara kita karena kita sendiri tidak pernah bersatu.

Dan yang paling penting di ketahui adalah Zionis dan antek-anteknya akan tertawa dari kejauahan karena strategi mereka telah berhasil memecah belah negara yang mayoritas penduduknya Islam ini dengan alat mereka yaitu media dan dalih mereka yaitu demokrasi terbuka. Padahal di Islam sendiri pun kita juga di ajarkan dalam berdemokrasi, tapi demokrasi yang santun, saling menghargai perbedaan, tenggang rasa, dan tidak saling menjatuhkan dengan amalan-amalan yang telah di ajarkan oleh Nabi besar Muhammad SAW dan Firman-firman ALLAH SWT dalam AL-QUR'AN. Bahkan demokrasi sendiri sudah di catat dalam sejarah Isra Mi’Raj, saat Rasullah SAW melakuakn perjalanan Mi’Raj ke Langit ke Tujuh, Beliau meminta agar Umatnya tidak dibebani dengan Shalat 50 waktu, tetapi di ringankan menjaidi 5 waktu saja, itu menunjukkan Beliau yang “bermusyawarah” dan menerapkan Demokrasi dengan Yang Maha Esa, karena Beliau (Muhammad) sangatlah sayang dan bersikap realistis kepada Umatnya.

Ada baiknya kita mengacu pada hal-hal tersebut, niscaya hidup kita akan damai, Insya Allah..
Begitu juga bagi agama lain Non Muslim juga bila kita mengacu pada kitab-kitab dan rasulnya masing-masing, Niscaya Indonesia akan damai dan bangsa kita akan terselamatkan dunia akhirat, AMIN.. God Bless Indonesia.

Mungkin sekarang ini kita jangan begitu mudahnya percaya terhadap media, karena sebagian besar media, baik cetak maupun elektronik di seluruh dunia ini sudah dikuasai mereka (Zionis). Suatu kepentingan mereka untuk memecah belah persaudaraan kita sebagai muslim, sesungguhnya mereka takut pada kita saat kita bersatu, makanya mereka ingin memecah belah kita. Banyak-banyaklah beribadah, berdoa, beramal, dan membantu orang lain. Salah satu bukti bahwa semakin anda beriman, maka semakin takut mereka adalah ketakutan mereka terhadap “The Islamic Golden Era” yang telah diramalkan oleh Nabi Muhammad. Kita harus bersatu, bangsa kita harus bersatu, dengan begitu Amerika yang berperan sebagai "pahlawan kesiangan" gak akan bisa "menjajah" bangsa kita, dan Zionis tidak dapat menghancurkan kita, Ideologi kita sebagai umat Muhammad SAW.



Notes :
Orang dapat berpendapat sesuai dengan pandangannya masing-masing, disini penulis hanya menulis dengan sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi kasus yang terjadi di Negeri ini, Bila ada pandangan dan pendapat yang berebeda silahkan, karena perbedaan merupakan suatu anugrah yang melambangkan eksistensi manusia berfikir dan “ada” dalam kehidupan, dan juga melambangkan adanya Sang Maha Hidup. Karena pendapat orang pasti berebeda-berbeda sesuai dengan bagaimana anda menyikapinya, sesuai dengan kebudayaan dan pendidikan masing-masing setiap individu, tidak ada kebenaran tunggal, sejatinya kebenaran hanya milik TUHAN.
Terima Kasih. God Bless Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar